Sore : Ruang yang Menyimpan Rindu

Author

Dalam film Sore, ruang bukan hanya latar belakang cerita—ia adalah karakter itu sendiri. Rumah-rumah dengan pintu terbuka, jalanan yang terkenang, halte tempat menunggu, dan kamar yang menyimpan bisik rindu—semuanya membentuk lanskap emosional yang tak bisa dilepaskan dari perjalanan tokohnya.

Jika Your Name membawa kita menelusuri ruang dan waktu lewat langit Tokyo dan desa Itomori yang magis, maka Sore mengajak kita masuk ke ruang-ruang sehari-hari yang justru terasa sangat dekat—saking akrabnya, kita mungkin pernah berada di sana.

Apa yang menarik secara spasial dalam Sore adalah bagaimana ruang digunakan untuk menyampaikan jarak dan kedekatan secara halus. Misalnya:

  • Transisi ruang antara pagi dan sore jadi simbol waktu yang berubah tapi memori yang tetap tinggal.
  • Penataan ruang kamar dan rumah merepresentasikan psikologi tokohnya: kosong tapi tidak hampa, penuh tapi tetap menyisakan ruang untuk kenangan.
  • Elemen arsitektural seperti jendela, tangga, atau bahkan pagar rumah menjadi penghubung antara “aku yang dulu” dan “aku yang hari ini”.

Ruang dalam Sore bukan sekadar tempat berpijak. Ia adalah ruang antara: antara rencana dan kenyataan, antara pertemuan dan kehilangan. Dan dalam konteks desain spasial, ini mengingatkan kita bahwa ruang bisa menjadi katalis emosi. Ia merekam, membisikkan, dan kadang menyembuhkan.

Melalui Sore, kita diajak melihat bahwa merancang ruang tak selalu soal bentuk dan fungsi, tapi juga tentang bagaimana ia menyimpan cerita dan memori. Karena setiap sore, seperti setiap ruang, punya caranya sendiri untuk membuat kita diam dan mengingat.

NARK+ Design Bureau